Kamis, 28 Februari 2008

Dalihan Natolu / Tolu Sahundulan

( Dampak Modernisasi vs Kultur Batak )

Satu hal yang menarik adalah bahwa konsep Dalihan Natolu merupakan prinsip sosial yang hanya dimiliki oleh etnis Batak.

Jika diartikan secara gamblang, memang Dalihan Natolu adalah tungku dengan tiga buah batu. Kita tau banyak model tungku yang biasa dipergunakan masyarakat Batak khususnya. Namun Dalihan Natolu yang dimaksudkan disini bukanlah seperti arti yang gamblang diatas.
Dalihan Natolu disini ‘sarat’ makna khiasan.

Dalam Batak Toba dikenal istilah Dalihan Natolu. Dalam Batak Simalungun selain istilah Dalihan Natolu, dikenal juga dengan istilah Tolu Sahundulan.
‘ Manat mardongan tubu, elek marboru, somba marhula-hula’.

Saya melihat konsep ini sangat luar biasa bila dibayangkan dengan tingkat peradaban Nenek Moyang orang Batak terdahulu. Dimana Nenek Moyang kita sudah mampu membangun sebuah model tatanan sosial sedemikian bagus. Hula-hula ( bahasa Simalungun : Tondong ), Dongan Tubu ( bahasa Simalungun : Sanina) dan Boru menjadi tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan ditengah-tengah hubungan sosial dan kekerabatan adat masyarakat Batak. Dalam kegiatan Ulaon misalnya, maka ketiga unsur harus terpenuhi dan inilah menjadi subjek ( menurut kategori Ulaon, Adat dan lingkup kekerabatannya ). Artinya, setiap orang akan menempatkan posisi dan fungsinya diantara ketiga subjek tersebut.


01) Pengaruh Agama.

Jauh sebelumnya masyarakat Batak telah menganut faham kepercayaan Parmalim ( dalam bahasa Simalungun dikenal : Sipajuh Begu-begu ) sampai kemudian datangnya pengaruh Hindu, Syiar agama Islam dan Missionaris Kristen ).
Setelah masyarakat Batak memeluk agama, konsep Dalihan Natolu atau Tolu Sahundulan mengalami proses pelurusan. Berbeda dengan praktek ritual budaya Adat Batak yang kemudian banyak mengalami perbaikan / penyesuaian karena bertentangan dengan konsep Agama yang dianut. Karena memang agama tidak mempermasalahkan budaya selagi itu tidak bertentangan dengan ajaran agama tersebut.

Konsep Dalihan Natolu / Tolu Sahundulan adalah universal sehingga tidak mempersoalkan agama. Dalihan Natolu / Tolu Sahundulan adalah murni tatanan Horisontal / hubungan sosial budaya masyarakat Batak. Hanya saja pada pelaksanaannya tetap tunduk dan menghormati nilai-nilai agama yang ada. Memang pada umumnya masyarakat kita mengidentikkan etnis Batak dengan agama Kristen, hal ini mungkin dikarenakan etnis Batak pemeluk agama Kristen lebih konsisten memperlihatkan nilai-nilai kultur adat Batak itu sendiri.


02) Pengaruh Peradaban / Modernisasi.

Tak dapat dipungkiri, perkembangan peradaban takdapat dibendung dan mau tidak mau konsep Dalihan Natolu / Tolu Sahundulan harus diadaptasi. Dalam era Minimalis seperti sekarang ini, tatanan sosial masyarakat bergeser menjadi lebih kritis, praktis, cepat dan tepat.

Gejala pengikisan pemahaman konsep Dalihan Natolu / Tolu Sahundulan seakan menjadi lebih sempit dari generasi ke generasi. Para orangtua juga sepertinya hanya setengah hati dalam mewariskan nilai-nilai budaya yang semestinya kita pertahankan.


Pertanyaannya :
Masihkah kita eksis sebagai etnis Batak yang mau membudayakan konsep Dalihan Natolu ?

Tidak ada komentar: